Samar
namun pasti suara adzan mulai terdengar merdu. Aku terbangun dari lelapku
melepaskan segenap rasa lelah yang menerpaku malam tadi. Ku lihat jam di
handphone kesayanganku. Ternyata masih jam 3, ku kira sudah subuh tapi ternyata
masih adzan pertama, gumamku dalam hati. Ingin rasanya mata tuk terpejam lagi,
melampiaskan segenap lelah yang masih menjalar di tubuh. Namun sebelum mata
sempat terpejam, tiba-tiba hatiku ingin melaksanakan sholat malam dua rakaat
yang biasa disebut dengan sholat tahajjud. Dengan sedikit rasa kantuk yang
masih menjalari tubuh aku terbangun dan memantapkan niat. Ku langkahkan kaki
menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Dengan
semangat ku lantunkan niat sholat tahajjud dua rakaat dalam hati. Waktu sujud
aku berdoa, doa yang slama ini aku lantunkan dalam setiap sholatku. Kulantunkan
ayat-ayat suci untuk mengobati rinduku pada makhlukNya. Sudah satu tahun
lamanya aku menunggunya, dia yang setiap saat kulantunkan dalam setiap
doa-doaku. Ya, semenjak saat itu, aku tak lagi bisa menghubunginya, entah
sekarang seperti apa kabarnya. Dia lelaki hebat yang sangat aku rindukan.
Lelaki yang merubah segala kebiasaan buruk dalam diriku. Lelaki hebat yang
tegas dalam setiap ajaranNya, namun aku telah kehilangan dia. Hanya ucapannya
kali itu yang membuatku tenang dan aku aminkan dalam setiap doa-doaku. Kembali
kuteteskan bulir-bulir bening kala aku mengingatnya.
Satu
jam telah berlalu, namun tak pernah aku merasa lelah melantunkan ayat-ayat
suciNya. Adzan subuh telah memanggil setiap makhluk yang tertidur. Aku bergegas
menuju masjid yang letaknya tak jauh dari rumah.
Menjelang
siang, matahari semakin meninggi. Suara burung camar pun menyapaku saat aku
bergegas merapikan file-file yang ku butuhkan untuk bimbingan kali ini. Kulihat
jam tangan kesayanganku menunjukkan pukul 07.30, aku rapikan data-data yang aku
perlukan dan bergegas untuk meninggalkan kamar kos tercinta seraya melajukan
motor butut kesayangan menuju ke kampus tercinta.
***
“Zamzami
Maulida Abas, silahkan masuk” ucap sekretaris dosen pembimbingku.
“Iya
mbak terimakasih” jawabku seraya meninggalkan tempat duduk menuju ke dalam
ruangan dosenku.
Satu
jam telah berlalu, berbagai hal aku bicarakan dengan dosen pembimbing satu
mengenai skripsi yang sedang aku kerjakan. Sebelumnya, namaku seperti yang
telah terlihat di atas, Zamzami Maulida Abas umurku sekarang 21 tahun yang
sedang menempuh skripsi di perguruan tinggi negeri di luar kota. Aku
berpenampilan biasa saja dan cenderung cuek kalau disinggung masalah
penampilan. Aku berperawakan mungil dengan pipi tembem hidung sedikitlah lebih
mancung dan berkerudung. Tentu saja tak lupa kacamataku yang menambah kesan
culun untukku, tapi aku cuek saja. Orang pertama mengenalku pasti mengatakan
aku kurang menarik, judes, dan terbilang acuh atau cuek. Namun jika orang yang
benar-benar mengenalku maka sudah pasti bilang terlalu cerewet namun ramah.
Ya.. singkat saja mengenai aku.
Siang
ini matahari lagi tak bersahabat. Matahari sedang bersembunyi di balik awan
hitam dan disusul hujan yang turun dengan derasnya, padahal bulan ini sedang
memasuki musim kemarau. Terpaksa aku harus menunggu hujan hingga reda karena
aku membawa berbagai data penting di tasku sedangkan karena kupikir hari ini
lagi cerah maka aku tak membawa jas hujan. Berdiam diri sendirian di lobi graha
utama kampusku sudah menjadi hal biasa buatku, ya… aku sudah biasa melakukan
apapun sendirian karena tak ingin merepotkan orang lain demi kepentingan
pribadiku. Sambil mendengarkan beberapa lagu dari Taylor Swift aku bermain game
untuk mengusir rasa suntukku, karena memang sudah hampir setahun lalu aku tidak
mempunyai teman untuk ngobrol di sosial media meskipun handpone kesayanganku
merupakan termasuk handpone yang canggil di jamanku ini.
Sebenarnya,
banyak sekali orang yang mengajakku untuk mengobrolkan beberapa hal yang
menurutku sih tidak penting untuk dibahas namun lambat laun mereka kesal padaku
karena sikap cuekku hingga tak pernah ada lagi yang menghubungiku. Itu karena
hanya ada satu orang yang aku inginkan untuk chatting bersamaku, bukan yang
lain. Dia adalah lelaki yang merubahku menjadi wanita yang jauh lebih baik dari
kehidupanku yang sebelumnya. Dia yang menunjukkanku berbagai hal kebaikan, yang
tak pernah dilakukan orang lain kepadaku kecuali almarhum ayahku waktu aku
kecil dulu. Ya, ayahku memang sudah lama meninggal, tepatnya 12 tahun silam
saat usiaku baru menginjak 9 tahun. Namun obrolan kami itu sudah lama sekali
berakhir, terakhir terjadi pada bulan Oktober tahun lalu namun karena
kesalahanku memang, dia tiba-tiba menghilang begitu saja meninggalkan beberapa
harapan yang masih menjadi pertanyaan besar dalam hidupku kali ini. Aku sangat
menyayanginya. Satu alasan, hanya karena dia sangat mencntai Tuhan dan sangat
tegas dalam agama.
Dua
jam telah berlalu, namun hujan tak kunjung menunjukkan persahabatannya padaku,
padahal ada beberapa hal lain yang ingin aku lakukan hari ini. Terutama untuk
melaksanakan tanggung jawabku di organisasi pecinta alamku sebagai penanggung jawab
kegiatan bhakti masyarakat. Tapi apa mau dikata, alam lagi tak bersahabat. Rasa
kantuk tiba-tiba menjalar di mataku, mungkin karena susana yang memang begitu
nyaman jika digunakan untuk tidur, juga karena tadi malam aku hanya tidur
beberapa jam saja, guna menyelesaikan beberapa data untuk bimbinganku hari ini.
“permisi
mbak,” ucap salah seorang disampingku. Aku hanya memperbaiki posisi dudukku
tanpa melihat orang yang sedang duduk di sampingku. “permisi mbak,” ucapnya
lagi, dan membuatku kesal. Mengganggu kesenanganku bermain game saja, gerutuku
dalam hati. Dengan malas aku menoleh ke arah orang itu.
“iya
ada ap…” ucapanku terhenti saat itu. Sungguh tak aku duga, orang yang sedang di
sebelahku ini mirip sekali dengan dia. Dia orang yang sangat aku sayangi. Ya..
memang dia dulu adalah alumni kampusku ini, namun aku tahu dia sudah bekerja di
salah satu perusahaan di kota tempat tinggalnya. Ku tepis perasaanku itu, karena
aku tak yakin itu dia. Aku mungkin sedang menghayal saja. “eh maaf, ada apa
ya?” ucapku dengan nada yang seperti biasanya aku ucapkan pada orang lain.
“Ruangannya
pak Budi dimana ya mbak?” lanjutnya.
“pak
Budi dari fakultas hukum?” tanyaku.
“iya
mbak” jawabnya.
“oh,
di lantai 4” jawabku cuek dan kembali dengan aktivitasku yaitu bermain game.
“terimakasih
mbak” ucapnya seraya meninggalkanku.
“hemm”
jawabku tanpa menolehkan mukaku. Kemudian dia pun beranjak pergi
meninggalkanku.
Tak
lama setelah dia pergi, ku lihat Pak Budi di lobi tepatnya sedang duduk
beberapa meter di depanku sedang menerima telephone dari seseorang. Samar-samar
beliau memanggil orang yang sedang di telponnya itu dengan nama dit. Ucapannya
itu membuat detak jantungku seolah-olah terhenti seketika. Aku kecilkan volume
mp3 yang sedang aku dengarkan, dan pandanganku beralih pada pak Budi yang saat
itu terlihat sedang menunggu seseorang.
Tak
berapa lama kemudian, ada dua orang yang mendatanginya hemm kembali lega perasaanku
kala itu. Namun sebelum aku kembali melanjutkan aktivitasku bermain game, pak
budi seperti memanggil nama Muhammad Aditya Fatih. Membuat tubuhku bergetar
seketika, dan aku mencoba untuk mendongakkan kepalaku. Ternyata benar, orang
tadi yang menanyakanku ruangan pak Budi. Aku tercengang, membuat denyut nadiku
seakan-akan terhenti seketika. Aku tak peduli pada game yang sedang aku mainkan
saat itu telah kalah telak. Pandanganku tak lepas pada pak Budi dan orang yang
sedang mengobrol dengan beliau. Tak terasa bulir-bulir air mataku luruh.
Ternyata dia benar-benar orang yang aku rindukan selama ini, orang yang aku
tunggu kehadirannya, dan sangat aku nantikan menjadi imam di keluarga kecilku
nanti. Tapi apakah dia tak mengenaliku? Apakah dia telah lupa denganku? Ataukah
dia telah bersama wanita lain yang memang jauh lebih baik dariku? Pertanyaan
itu seketika membuat hatiku sakit. Namun aku lihat pada penampilanku kali ini.
Aku memakai celana jeans, kaos oblong dengan baju berkerah di luarnya, kerudung
polos yang aku pasang biasa saja dan kacamata kesayanganku, sehingga
menampilkan kesan culun bahkan sangat culun dan orang yang kenal jauh mungkin
tidak bisa mengenaliku.
Ku
usap air mataku, kupandangi wajah yang aku rindukan. Aku hilangkan rasa sakit
dalam hatiku dan kugantikan dengan perasaan bahagia. Aku bersyukur masih bisa
melihatnya, meski dengan tak terduga. Aku tersenyum.
Kulihat
di luar gedung, hujan telah reda dan digantikan dengan rintik-rintik.
Kuteguhkan hatiku, dan dengan segala kekuatanku aku mencoba berdiri dan beranjak dari tempatku duduk. Kuahmpiri pak
Budi yang memang sudah aku kenal dekat berkat organisasiku. Ku sapa beliau dan
sedikit bercanda dengan beliau. Kulirik orang yang berada disebelahnya sedang
memperhatikanku.
“Gimana
mbak zam kegiatan bhakti masyarakatnya?” tanya pak Budi.
“Alhamdulillah
pak, tinggal beberapa surat yang belum saya masukkan ke kecamatan dan polsek
setempat, selebihnya sudah disetujui” jawabku dengan senyuman ramah. Aku
kemudian meminta izin untuk kembali ke tempat kos ku karena ada beberapa hal
yang ingin aku lakukan. Beliau pun mengizinkanku pergi.
Samar-samar
aku dengar Pak Budi dan orang di sebelahnya sedang membicarakanku tapi ah aku
tak peduli. Dengan berat hati kulangkahkan kakiku untuk beranjak meninggalkan
tempat itu. Di tempat parkir, aku kembali tak bisa menahan air mataku. Kerinduanku
begitu dalam kepadanya. Setiap bait doa yang aku ucapkan agar aku dapat bertemu
dengannya, dan ini adalah salah satu jawabannya.
“Mbak,
terimakasih ya” ucap seseorang mengagetkanku. Ku usap air mataku cepat-cepat
dan menoleh ke arah orang tersebut. Deg… ternyata itu dia, mas Adit yang sangat
aku rindukan. Aku mencoba kuat, aku mencoba untuk pura-pura tidak mengenalinya,
hanya senyuman yang aku berikan kepadanya karena bibir pun tak mampu berucap. Kemudian
aku beranjak pergi dengan motor butut kesayanganku, meninggalkan dia yang
begitu aku rindukan.
***
Kulantunkan beberapa ayatNya guna mengusir
kesedihanku pagi ini. Lantunan ayat-ayat suciNya setelah melaksanakan sholat
malam dua rakaat sepertinya sudah menjadi kebiasaanku untuk mencurahkan segenap
kerinduanku kepadaNya. Aku masih terbayang-bayang wajahnya beberapa hari yang
lalu. Wajah orang yang sangat aku rindukan kehadirannya. Orang yang slama ini
tak pernah lepas disetiap ceritaku kepada Tuhan. Aku menghela nafas sejenak
mengusir kesedihanku setelah melantunkan ayat-ayat suciNya. Aku mencoba untuk
menenangkan fikiranku. Kuhapus segenap kesedihanku dengan terus menyebut
namanya, aku berdzikir.
Hari
ini adalah hari yang sangat sibuk bagiku. Beberapa jadwal telah aku siapkan,
karena hari ini aku akan mengadakan bhakti masyarakat bersama anak
organisasiku. Setelah bersih-bersih kamar tidurku, aku bergegas menyiapkan
beberapa perlengkapan yang mungkin aku perlukan saat bhakti masyarakat. Setelah
semuanya dirasa siap, aku menuju ke sekretariatku dan mengumpulkan
anggota-anggotaku untuk menuju ke desa tempat kami akan melakukan kegiatan
sosial tersebut.
Perjalanan
yang lumayan panjang kami lakukan, dan akhirnya sampai juga ke desa tujuan
kami. Salah satu desa terpencil di kota tempat aku menimba ilmu selama hampir
3,5 tahun ini. Beberapa junior dan seniorku terlihat telah mempersiapkan
berbagai hal yang akan kami pergunakan nantinya, sedang aku dan ketua panitia
kegiatan menemui bapak kepala desa untuk memberitahukan beberapa hal yang akan
kami lakukan.
Hari
sudah beranjak sore, matahari mulai kembali ke peraduannya. Saat itu aku dan
anak-anak organisasi pecinta alamku baru selesai melakukan bersih desa bersama
orang-orang desa tersebut setelah siang tadi melaksanakan beberapa penyuluhan
tentang kesehatan lingkungan. Kami mengajak warga setempat untuk membiasakan
hidup bersih dan memberikan beberapa obat-obatan yang biasa digunakan untuk
sakit yang umum terjadi, misalnya panas, pusing, diare, dan sebagainya.
Matahari telah benar-benar menghilankan jejaknya, hari sudah beranjak gelap.
Sesuai kesepakatan, kami akhirnya menginap di desa tersebut dengan menempati
rumah dinas bapak kepala desa yang sedang tidak dipergunakan.
Malam
hari, tepatnya setelah sholat isya’ berjamaah kami laksanakan –tentunya untuk
anggota yang beragama islam-, kami bergegas menuju ke balai desa. Mempersiapkan
proyektor dan LCD serta berbagai macam benda yang akan kami pergunakan untuk
memeriahkan desa tempat kami singgah ini. Bebrapa warga mulai berdatangan,
mulai dari ibu-ibu rumah tangga, bapak-bapak hingga anak remaja dan para anak-anak
kecil. Mungkin memang karena malam itu adalah malam minggu, sehingga mereka
bersenang ria untuk datang ke acara kami. Mereka sepertinya menunggu beberapa
hal yang akan kami suguhkan. Setelah banyak yang berkumpul, kami memulai acara
tersebut dengan berbagai permainan, mulai dari anak-anak hingga ibu-ibu rumah
tangga pun sangat antusias atas permainan yang kami suguhkan. Tiga puluh menit
telah berlalu, kami mengganti acara dengan menonton film bersama. Dengan
memutarkan beberapa film tentang petualangan. Kami melihat warga pun
menontonnya dengan sangat antusias sekali.
***
Kulangkahkan jejak kakiku menuju gedung graha
utama kampusku dengan jantung yang berdebar-debar. Bukan karena kondisiku lagi
kurang fit, tapi karena hari ini adalah hari penentuanku setelah menempuh
bangku perkuliahan selama kurang lebih 3,5 tahun ini. Subuh tadi aku
menghubungi seluruh keluargaku di kampung untuk meminta restu dan doa dari
mereka. Keringat dingin membasahi wajahku, ya.. hari ini adalah hari
persidanganku atau lebih tepatnya sidang skripsi. Hal yang paling
ditunggu-tunggu oleh para mahasiswa pada umumnya, namun juga yang paling
ditakuti, karena ini adalah penentuan. Bibirku tak henti-hentinya menyerukan
namaNya, sholawat serta tak lupa aku haturkan untuk rosulku tercinta. Ketika
nama dan no indukku dipanggil, aku menghela nafas dalam-dalam, memantapkan
tekadku seraya berucap basmalah dalam hati.
Ku
ketuk pintu ruang persidangan itu, “silahkan masuk” ucap salah satu pengujiku.
Setelah ku buka pintu ruang itu, sedikit ada perasaan lega namun takut juga tak
henti-hentinya memasuki diriku. Ternyata pengujiku hari ini adalah beliau yang
sangat dekat denganku dan juga ada salah satu dosen yang sering beradu ucap
denganku, bukan karena aku bandel namun karena aku sering bertanya tentang
beberapa hal yang tidak beliau ketahui.
“Hhhhmmm…”
aku menghela nafas dalam-dalam. “siang bapak” sapa ku kemudian dengan penuh
senyuman.
“Iya
siang juga mbak Zam” jawab pak Wawan, dosen yang sangat akrab denganku.
“Hemmm
judul skripsimu sangat menarik” ucap pak Priyanto, dosen yang sering berdebat
denganku. “Coba kamu jelaskan secara detail, jangan membingungkan oke” ucapnya
kemudian.
“Baik
pak” ucapku tegas. Oh iya, hari ini adalah hari penentuanku. Hari dimana para
mahasiswa pada umumnya mungkin telah senam jantung, namun hari ini aku berusaha
menghadapinya dengan tenang. Rok hitam yang aku pergunakan aku setrika sangat
rapi, sepatu fantovel hitam dengan kaos kaki putih menutupi kakiku, tak lupa
pula jas almamater kampus dan kerudung hitam menghiasi kepalaku. Aku hari ini
berpenampilan berbeda, aku ingin kelihatan menarik di depan dosen pengujiku.
Menggunakan beberapa rias wajah yang natural dan melepas kacamataku sejenak
untuk menghilangkan kesan suntuk di wajahku. Aku lakukam semua itu karena aku
ingin kelihatan rapi di depan dosen pengujiku. “skripsi saya dengan judul Pengaruh
Pendidikan Lingkungan Hidup terhadap Perilaku Siswa Kelas Bawah SDN Demangan V ini berisi tentang bla bla blaa…” aku
menjelaskan dengan tegas dan detail kepada bapak pengujiku, meski hatiku
berdebar-debar, namun aku slalu berdoa dan meminta pertolongan dariNya.
“hemm…
menarik juga, namun ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan” ucap pak Rikza,
dosen penguji tiga. “begini, ada beberapa hal yang sangat mengganjal disini..
bla bla bla” beberapa pertanyaan oleh beliau dan disusul lagi dengan
pertanyaan-pertanyaan lain dari pengujiku yang lain. Namun aku sangat
bersyukur, karena pertanyaan tersebut dapat aku jawab dengan mudah. Itu karena
aku benar-benar serius mengerjakan skripsi ini dan mengerjakannya dengan penuh
tanggung jawab, sehingga apapun yang dipertanyakan kepadaku bisa aku jawab
dengan mudah.
“ya
sudah, silahkan keluar..” ucap pak Wawan sebelum aku selesai menjelaskan
beberapa hal yang beliau tanyakan. Seketika itu aku tercengang dan kaget.
Serasa jantungku terhenti seketika. Berbagai pertanyaan menggelayut di
fikiranku, hingga aku takut kalau ucapan itu menandakan aku gagal dalam ujian
“kenapa diam? Silahkan keluar… skripsimu sangat menakjubkan kami” ucapnya
kemudian yang membuat mataku langsung berkaca-kaca. Langsung saja aku sujud
syukur di tempat itu, kemudian aku menyalami dosen-dosenku, mereka semua
ternyata sangat mendukungku. Kemudian kulangkahkan kakiku ke luar ruangkan
dengan ucap syukur yang tak henti-hentinya kepada Pencipta alam semesta.
Ternyata perjuanganku slama ini tidak sia-sia, gumamku dalam hati.
Setibanya
di kos, aku langsung mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat dua rakaat
guna rasa syukurku kepadaNya. Tak henti-hentinya aku berucap syukur dan
menyebut namaNya. Menyeruakkan kebesaranNya atas keyakinanku yang slama ini
slalu dijawab olehNya. Tiba-tiba aku teringat akan lelaki itu, lelaki yang
sudah setahun lebih ada dalam relung hatiku yang paling dalam. Lelaki yang
membuat hidupku lebih berarti. Dulu dia slalu menyemangatiku, dulu dia yang
slalu menasehatiku jika aku melupakan kebesaranNya, namun kini disaat aku tlah
berubah menjadi jauh lebih baik dia tak ada disampingku. Ya Allah dimanakah
dia? Apa yang sedang dia lakukan? Aku sangat merindukannya, andai dia saat ini
sedang bersamaku, gumamku dalam hati. Ku kuatkan hatiku dan membereskan
peralatan sholatku. “alhamdulillah aku lulus” ucapku sembari tersenyum sendiri.
Aku
mengaktifkan handpone kesayanganku yang sedari tadi aku non aktifkan agar tak
mengganggu konsentrasiku saat persidangan. Beberapa sms masuk dari teman,
sahabat dan saudara-saudaraku di pecinta alam menanyakan bagaimana hasil
persidanganku tadi. Aku membalas pesan singkat mereka dengan penuh senyuman.
Ketika aku ingin menghubungi keluargaku, tiba-tiba ada chatt masuk di salah
satu sosial media yang ada di handpone ku dan itu sangat aku kenal. “Mas Didut”
panggilan kesayanganku buatnya yang memang dari dulu tidak pernah aku rubah. Aku
bagai tak percaya, ku coba untuk tak menghiraukannya namun aku benar-benar
penasaran. Ya, dia orang yang slama ini aku rindukan keberadaannya. Lelaki yang
telah merubah hidupku. Dengan hati berdebar-debar aku membuka pesan singkat
itu, aku buka aplikasi itu dan aku baca pesan singkatnya.
Mas Didut
“Selamat ya J
gunakan ilmu yang kamu peroleh selama ini dengan sebaik-baiknya“
Dalam
hati aku bertanya-tanya, apa maksudnya ini? Apakah mungkin dia mengetahui yang
telah terjadi padaku? Benarkah ini dia? Meski sedikit tak percaya aku pun
membalasnya.
Saya
“Iya terimakasih, makasih ya mas
atas ucapannya? J namun kamu tahu dari mana mas?
Perasaan sudah beberapa bulan ini kita tak pernah saling komunikasi lagi.”
Tak ada jawaban
darinya, dan aku pun mengirimkannya pesan kembali kepadanya.
Saya
“mas
aku kangen, L”
Tetap
tidak ada jawaban dari dia, aku pun kecewa. Hemm yasudahlah, mungkin dia sedang
sibuk, pikirku. Ku hubungi ibuku dan memberikan kabar bahagia kepada beliau,
ucap syukur terlintas di ujung sebrang sana, karena mendengar kabar bahagia
ini. Aku menangis seketika, aku terharu mendengar ucap kebanggan ibuku. Kado
terindah untuk ulang tahun ibuku maret ini adalah saat wisudaku, ucapku dalam
hati. Namun beberapa hal juga yang membuatku sangat sedih, yaitu ketika wisuda
nanti, aku tak dapat berdampingan dengan dua lelaki yang sangat aku sayang,
yaitu ayahku dan dia tentunya.
***
Hari demi
hari aku jalani dengan biasa saja, dengan orang yang sama, tempat yang sama dan
doa yang sama juga. Hampir setiap hari aku melantunkan cerita-ceritaku
kepadaNya untuk sedikit menenangkan hatiku dari kerinduan-kerinduanku yang
slama ini aku rasakan. Ya, rinduku pada sosok lelaki itu, Muhammad Aditya Fatih.
Hari ini aku berada di barisan paling depan, duduk
bersama beberapa teman seperjuanganku yang telah dinyatakan lulus, memakai baju
kebaya dengan toga yang menutupi tubuh kami, berdandan bak putri raja yang akan
dinikahkan dengan seorang pangeran. Tapi hatiku tak sebahagia itu. Lelaki yang
aku harapkan kehadirannya, lelaki yang aku nantikan janjinya entah dimana dia
sekarang. Aku dandan bak seorang putri, namun pangeranku samar-samar, atau bisa
dikata tak ada. Kulirik beberapa bangku tamu, terdapat beberapa orang tua atau
wali mahasiswa yang telah lulus dinyatakan lulus. Ya, tentu saja ini adalah
acara wisuda. Kucari orang yang sangat aku sayangi, ibu dan adikku. Mereka
tersenyum ke arahku, hatiku pun sedikit lega karenanya. Berbagai rentetan acara
telah dilaksanakan dengan baik, bahkan sangat baik tanpa satu kesalahan pun,
namun entah mengapa hatiku tak tenang dari tadi. Seperti ada yang kurang.
Selesai acara, aku berkumpul bersama keluargaku.
Ternyata mereka yang aku harapkan datang semua. Meski yang memasuki gedung
hanya ibu dan adikku, mereka menungguku penuh harap di luar. Sungguh
bahagianya, meskipun ada satu orang yang aku harapkan tidak ada saat ini.
Mencoba menguatkan hatiku dengan melihat beberapa keluargaku yang menyambut
bahagia kelulusanku ini, aku tak mau mengecewakan mereka semua.
Aku
berfoto-foto bersama keluargaku. Momen yang tak akan pernah bisa terulang lagi.
Aku abadikan beberapa kegembiraanku hari ini, berpose ria bersama sepupuku
tercinta, adikku dan dengan ibuku. Hari ini memang sangat bersahabat, awan yang
sedikit gelap mengitari kami namun tidak menumpahkan tetesannya ke alam semesta
ini. Sejenak aku kembali megingatnya, aku sangat merindukannya, dimanakah dia
sekarang Tuhan? Apakah aku masih bisa bertemu dengannya? Hanya harapku kepadaMu
agar dia slalu dalam lindunganMu Tuhan.. gumamku dalam hati. Bunyi handponeku
mengagetkanku yang saat itu sedang membayangkan wajahnya. Dengan malas aku buka
kunci layar handponeku. Ucapan selamat datang dari teman-teman, sahabat, dan
juga dari anak-anak organisasiku. Sungguh bahagia hati ini. Namun ada satu
pesan yang sangat aku tunggu dari dulu. Aku buka deangan perasaan
berdebar-debar.
Maz Didut
“Selamat nggeh wanitaku tercinta,
kamu cantik sekali hari ini J”
Aku
coba mengeluarkan aplikasi chattku itu, dan aku membukanya lagi. Aku tak ingin
menghayal yang terlalu berlebih. Aku mencintainya, aku sangat menyayanginya,
namun aku tak mau menghayal yang aneh-aneh tentangnya hingga membuat aku kembali terjatuh. Namun aku menunggunya
slama ini, ya.. aku sangat merindukannya. Aku buka kembali pesan singkat itu,
ternyata itu benar-benar dari dia, apakah dia ada disini? Tanyaku dalam hati.
Segera aku pencet reply di handpone ku dan mengetikkan beberapa pertanyaan
untuknya. Belum sempat aku pencet send di layar handphoneku, tiba-tiba di
depanku ada tangan yang memberikan bunga mawar untukku.
“Selamat
ya, kamu cantik sekali” ucap sang pemberi bunga mawar itu. Aku lihat bunga itu,
seraya mendongakkan kepalaku melihat siapa gerangan yang memberikanku bunga.
“selamat ya, kamu hebat dan cantik sekali hari ini” ucap orang itu dengan penuh
senyuman. Tubuhku gemetar hebat, dan tanpa kusadari air mataku pun luruh begitu
saja. “lho kok nangis, inget nggak aku dulu pernah bilang apa? Uda gede gak
boleh nangis” ucapnya lagi sambil mengusap air mataku.
“mas Adit?” ucapku lirih seakan-akan tak percaya kalau itu benar-benar dia. Dia yang
slama ini aku tunggu, aku nantikan, yang slalu ada dalam doaku.
“Iya,
ini aku mas Didutmu, katanya dulu pengen diberi bunga? Ini bunganya kok
didiemin aja gak diterima” ucapnya sambil terus memandangiku dengan penuh
senyuman. Tak ada yang dapat aku katakan, mulutku seakan-akan kaku, hanya ucap
syukurku kepada Tuhan yang telah mempertemukan aku kembali dengannya. Bahkan
disaat hari bahagiaku saat ini. Ingin sekali aku memeluk sosok itu, namun aku
sadar kalau dia bukan makhramku jadi aku urungkan niat itu. Hanya diam dan
terus menangis bahagia. Ya Allah, apakah ini jawaban dari doaku slama ini?
Engkau yang Maha Kuasa, gumamku dalam hati.
“Mbak..”
panggil ibuku dari tempat kami berfoto bersama tadi.
“Eh
iya bu, sebentar” jawabku sambil mengusap air mataku. “ayo mas, aku perkenalkan
ke keluargaku” ucapku seraya mengajaknya ke tempat keluargaku. “ini keluargaku
mas, ini ibuku, adikku, dan bla bla bla” aku perkenalkan dia dengan orang-orang
yang juga sangat aku sayangi.
“oh
iya bu, saya Adit” ucapnya sambil menyalami tangan ibu dan keluargaku yang
lainnya.
“oh
ini toh, yang dulu kamu ceritakan” ucap tanteku dan diiringi dengan seyuman
menggoda. Aku pun tersipu malu, sedang mas adit hanya tersenyum sambil
curi-curi pandang kearahku.
“Ya
Allah aku bahagia” ucapku lirih dan tak henti-henti berucap syukur kepadaNya.
Aku pandangi wajah tampan di sampingku ini, orang yang sangat aku rindukan dan
aku impikan jadi imamku kelak, dia benar-benar nyata. Dia tak mengingkari
janjinya. Bahkan dia mengingat keinginanku untuk diberi bunga mawar olehnya.
Hemm itu janjinya dulu, dulu sekali tapi dia masih mengingatnya. Aku pun
tersenyum-senyum sendiri mengingatnya. Sementara keluargaku masih berkeliling
kampusku untuk melihat-lihat area kampus, aku duduk-duduk di taman kampus
bersama mas Adit.
“oh
iya gimana kabarmu sayang?” ucap dia membuka percakapan.
“idih,
sejak kapan kamu memintaku jadi pacarmu mas?” jawabku
“emm
gitu ya, yauda kalau begitu siang ini detik ini aku memintamu untuk menjadi
istriku. Will you merry me?” ucapnya sambil memegang telapak tanganku dan
menatapku dalam-dalam.
“kamu
serius mas?” ucapku tak percaya.
“kurang
serius apa aku sama kamu? Kan dari dulu aku bilang aku sayang kamu”
“tapi
kenapa kamu tiba-tiba menghilang? Meninggalkan berbagai pertanyaan yang slama
ini tak aku dapatkan jawabannya?” tanyaku.
“kan
aku dulu ingin melihat perubahanmu dulu, ternyata kamu berusaha keras dan
benar-benar telah berubah, aku bangga” jawabnya sambil mengusap kepalaku yang
saat itu dibungkus oleh hijab.
“sebelum
aku jawab, ada beberapa pertanyaan yang harus kamu jawab mas” ucapku
“emm
ribet kamu, dasar” ucapnya sambil mencubit hidungku. “yauda silahkan tuan
putri, apa yang akan anda tanyakan kepada saya?” tanyanya lagi sambil berggaya
bagai pelayan yang sedang bicara pada tuan putri.
“ih
apaan sih mas,” ucapku malu. “emm, yang pertama darimana kamu tahu saat itu aku
sedang sidang dan telah lulus? Yang kedua, seperti saat itu, dari mana kamu tahu
juga aku sekarang wisuda? Bahkan kamu bilang aku cantik. Apakah dari
tadi kamu memang sudah mengetahui keberadaanku? Dan yang terakhir kenapa kamu
menghilang slama ini? Padahal kamu tahu aku sangat membutuhkanmu, aku
merindukanmu”
“emm
panjang juga pertanyannya, hehehe” ucapnya “yang pertama, aku tahu kamu sidang
skripsi waktu itu karena ada beberapa temanku yang memang berteman juga
denganmu mengetahui itu, dan dia mengatakan sidangmu sukses. Makanya aku
mengirimimu beberapa pesan. Namun maaf aku gak bisa balas pesan balasanmu hehe,
aku sengaja sih” lanjutnya.
“kok
jahat sih mas, dasar” ucapku ngambek.
“ih..
jangan ngambek dulu dong, mau dilanjutin gak jawabannya?”
“emm,
iya deh hehehe”.
“yang
kedua, aku tahu wisudamu kali ini karena pak Budi. Kamu masih ingatkan
pertemuan kita yang tidak sengaja waktu di lobi? Pertama memang aku tidak
mengenalimu karena penampilanmu telah berubah, namun karena pak Budi
memanggilmu dengan nama asli yang sangat aku kenal maka aku dapat memastikan
kalau itu kamu, dan di parkiran ketika aku berterimakasih itu aku sudah tahu
kalau itu kamu dek, maaf ya..” dia diam untuk beberapa saat dan melanjutkan
ucapannya kembali “aku dari tadi sudah disini, bahkan aku tahu ketika kamu maju
ke depan tadi. Kamu sangat cantik sekali hari ini dan aku sangat bahagia
melihatmu lagi.”
“kok
jahat gitu? Terus untuk alasan apa kamu tak memberi kabar sama sekali? Dan tak
membalas pesanku kala itu?”
“idih, dasar loading lama” ejeknya. “aku emang sengaja gak bales, yang pertama
karena aku memang gak mengharapkan balasan apa-apa, yang kedua karena aku
sibuk. Terus, aku sebenarnya bukan menghilang, namun aku hanya memantapkan
hatiku aja. Aku ingin melihat kamu berubah dulu, aku ingin kamu tidak lagi
manja, bisa mandiri dan mengontrol hidupmu meski tanpa aku. Aku ingin itu semua
demi kebaikanmu, dan karena aku yakin kamu juga masih sangat menyayangiku
makanya aku kesini.” Jelasnya. “jadi gimana ini? Diterima atau tidak?” tanyanya
kembali.
“kamu
pasti sudah tau jawabannya mas, tanpa harus aku ucapkan. Kamu tahu aku masih
sangat menyayangimu. Dari dulu aku menunggumu, aku merindukanmu menjadi yang
halal buatku” jawabku sambil tersenyum.
“alhamdulillah”
ucapnya sambil mencubit pipiku.
“ih…
sakit tau mas.. dari tadi main cubit, bedakku luntur ini gimana? Hehehe” ucapku
manja seraya menyenderkan kepalaku di bahunya.
Hari
ini adalah hari paling membahagiakan buatku. Tuhan telah menjawab setiap doaku.
Aku teringat salah satu ayat dari surat Ar Rohman yang artinya “Maka nikmat
Tuhanmu mana lagi yang akan kamu dustakan?” ya, ayat itu benar-benar nyata.
Beberapa kali bahkan sudah terlalu banyak aku diberi nikmat olehNya. Sudah
terlalu banyak doa-doaku terjawab. Terimakasih Tuhan.. ucap syukurku selalu aku
panjatkan untuknya.
Dihari
bahagiaku, yah… dibulan yang sama ketika dia tiba-tiba menghilang, satu tahun
lalu. Namun kali ini dia datang bukan tuk pergi lagi. Bagai penyu yang telah
dilepas dan akan kembali ke tempatnya menetas untuk kembali bertelur. Tuhan
menyimpan segenap rahasiaNya untuk membuat hambaNya lebih kuat, lebih tegar.
Tuhan tahu kapan Dia akan mengembalikan sesuatu yang hilang, Dia tahu bagaimana
kehidupan hambaNya akan lebih berarti, Dia menyimpan segenap rahasia untuk
membuat hambaNya jauh lebih bahagia dari yang diinginkan. Keyakinanku pun
kembali terjawab kali ini.
Jhamie
08/03/15